Salam Jumaat pertama bulan Ramadhan. Sebelum menyatakan apa yang sebenarnya mahu saya perkatakan terlebih dahulu biar dikongsikan artikel ini...
-------------------
WALI SONGO UTUSAN KHALIFAH
Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?
Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.
Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.
Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan.
Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.
PERIODE DAKWAH WALI SONGO
Kita sudah mengetahui bahwa mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai. Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa.
Pada periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati).
Mulai tahun 1463M makin banyak da’i ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit.
Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu.
Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah mau menolong mereka.
Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung.
Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen negara Turki.
Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah.
Hasil misi ke Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultan dari Syarif mekah.
Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922).
Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki.
Di istambul juga dicetak tafsir al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.
Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air, melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani.
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah.
Dengan mengacu pada format sistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah di Turki.
KESIMPULAN
Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena dilanjutkan oleh anak / keturunannya)
Para Wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat di Gresik.
- Maulana Malik Ibrahim ini menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara.
- Seangkatan dengan beliau ada 2 wali dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau kakek Sultan Ageng Tirtayasa.
- Juga Sultan Aliyudin, beliau dari Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah & ideologi dg Palestina.
- Juga Syaikh Ja'far Shadiq & Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung Jati; mereka berdua dari Palestina.
- Maka jangan heran, Sunan Kudus mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) & Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki.
Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina
8. Maulana 'Aliyuddin, asal Palestina
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.
Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
------------------------
OK. Dah baca sampai habis dan fahamkan/hadamkan? Sekarang baru boleh diyatakan apa yang sebenarnya ingin saya perkatakan...
Merujuk pada perenggan kedua tulisan atas yang berbunyi begini :-
Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Biar disenaraikan beberapa perkara yang boleh dipersoalkan...
1. Kitab Kanzul 'Hum yang dikatakan ditulis oleh Ibn Bathuthah. Setakat dapat saya cari melalui Internet tidak terjumpa apa-apa rujukan tentang kitab bertajuk itu ditulis oleh Ibnu Bathuthah kecuali pada cerita-cerita serupa tulisan atas yang rata-rata bersumber daripada Pulau Jawa.
2. Kitab ditulis Ibnu Bathuthah menyebut WaliSongo dikirim oleh Sultan Muhammad I? Bagaimana ini boleh berlaku sedangkan setahu saya Ibnu Bathuthah hidup tahun 1304 hingga 1368 atau 1369 Masihi. Sultan Muhammad I atau lebih dikenali sebagai Mehmed I pula memerintah kerajaan Uthmaniyah di Turki 1413-1421.
Dalam daftar senarai pemerintahan kerajaan Uthmaniyah, raja yang bertakhta sebelum itu adalah Sultan Bayazid (1389-1402). Tahun 1402-1413 dinyatakan sebagai zaman peralihan Uthmaniyah lalu tidak disebut siapa yang memerintah. Apa yang berlaku adalah pasukan Sultan Bayazid dikalahkan oleh pasukan Monggol pimpinan Timur atau Tamerlane, seorang keturunan Genghiz Khan dalam Perang Ankara 1402 lalu sultan ditawan. Ini membawa kepada perang saudara merebut kekuasaan ke atas takhta Uthmaniyah. Perang berlanjuntan sehinggalah Mehmed yang merupakan anakanda Bayazid menang lalu dapat menjadi sultan seterusnya tahun 1413.
Maka itu dakwaan bahawa Walisongo dikirim ke Pulau Jawa sebagai susulan Sultan Muhammad atau Mehmed mengirim surat kepada para pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah tahun 1404 adalah salah kerana baginda belum menjadi sultan ketika itu dan Uthmaniyah sedang kacau. Dicampur kenyataan bahawa Ibnu Bathuthah cuma hidup sehingga tahun 1368 atau 1369 mana mungkin beliau menulis kitab menyebut Sultan Muhammad menulis surat tahun 1404 apalagi menghantar Walisongo kemudian ke Pulau Jawa.
Seterusnya biar dirujuk pada perenggan ketiga tulisan yang diberi tajuk "Wali Songo Utusan Khalifah" itu. Ia adalah susulan terus daripada isi perenggan kedua yang menyatakan Wali Songo dihantar selepas Sultan Muhammad I mengirim surat ke Afrika Utara dan Timur Tengah, satu perkara yang saya ditunjukkan di atas tidak bertepatan dengan fakta sejarah perkembangan kerajaan Uthmaniyah.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.
Maka disebabkan Sultan Muhammad kononnya menghantar Wali Songo ke Pulau Jawa maka para pendakwah itu dikatakan diutus khalifah. Ini adalah satu lagi kenyataan yang tidak tepat malah sangat menyalahi sejarah.
Kenyataannya :-
1. Kerajaan Uthmaniyah cuma diiktiraf sebagai khalifah umat Islam pada tahun 1512. Ini berlaku selepas ia berkembang cukup pesat dan wilayah taklukannya cukup luas untuk memasukkan Mekah dan Madinah di bawahnya lalu mendapatkan pengiktirafan sebagai Khadamul Haramain (penjaga Tanah Haram merujuk pada wilayah tersebut) oleh para Syarif Mekah (raja) yang memerintah Hijjaz, wilayah yang mengandungi kedua-dua Tanah Haram itu. Ini pula boleh berlaku setelah Uthmaniyah mengalahkan kerajaan Islam sebelumnya yang memegang gelaran Khadamul Haramain. Ini adalah kerajaan Mamluk di Mesir, kerajaan Islam terkuat di dunia buat beberapa lama setelah Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad jatuh ke tangan tentera Monggol tahun 1258 M.
Kerajaan Mamluk di Mesir turut menjadi tempat perlindungan keturunan khalifah Abbasiyah selepas kejatuhan Baghdad. Dikatakan sejumlah barangan kebesaran kekhalifahan yang merupakan barangan warisan daripada Nabi Muhammad SAW dibawa sekali ke Mesir iaitu ke Kaherah. Barangan ini menandakan kekuasaan kekhalifahan lalu ia masih di bawah pegangan Bani Abbasiyah tetapi di bawah perlindungan Mamluk. Apabila Uthmaniyah mengalahkan Mamluk 1512 lalu membawa barangan ini ke Turki baru ia secara rasminya memegang tampuk kepimpinan umat Islam sedunia.
2. Ada pihak cuba menyebut raja-raja Uthmaniyah sebelum itu sebagai khalifah malah pengasas Dinasti Uthmaniyah iaitu Othman Ghazi yang dikatakan memerintah 1281-1326 pun disenaraikan sebagai khalifah. Ini adalah salah. Othman Ghazi bermula sebagai salah seorang raja kecil daerah-daerah yang terpecah setelah kemeresotan pemerintahan Bani Seljuq di wilayah Anatolia (bersamaan wilayah Turki sekarang). Wilayah yang diperintahnya sehingga tamat riwayat 1326 adalah lebih kurang sebesar negeri Johor sekarang. Tidak mungkin baginda menjadi khalifah yang selalunya merujuk kepada pemimpin seluruh umat Islam, kalau khalifah untuk negerinya sahaja bolehlah.
Di atas adalah gambar peta perkembangan wilayah kekuasaan Turki Uthmaniyah yang dihadiahkan kepada saya oleh seorang kawan sekitar 10 tahun lalu. Peta dibeli di Turki dan gambar ada kongsikan dalam artikel
Kekhalifahan raja-raja Melayu dan dinar emas Melaka yang hilang yang dibuat 7 bulan lalu. Melalui peta ini juga bacaan sokongan yang boleh ditemui melalui Google saya melihat Uthmaniyah boleh dikatakan mula menjadi bahan bualan umat Islam di tempat-tempat lain pada zaman pemerintahan cucu Othman iaitu Sultan Murad sekitar 1360-1389. Ini kerana ketika itu baginda sudah berjaya meluaskan kekuasaan Uthmaniyah sehingga dapat melingkungi kota Konstantinople, pusat empayar Kristian Byzantium atau Rom Timur.
Hal ini wajar menjadi perhatian umat Islam kerana Nabi Muhammad SAW sendiri pernah menyatakan Konstatinople akan ditakluk oleh sebaik-baik tentera dan raja Islam. Maka sudah ramai pemimpin Islam cuba menakluki tetapi pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad atau Mehmed II, raja yang juga dikenali sebagai Muhammad Al-Fatih baru ia terlaksana tahun 1453. Ketika itu pun Uthmaniyah belum dianggap sebagai khalifah umat Islam walaupun ramai telah meletakkan harapan terhadapnya lantaran kemenangan yang menyebabkan kota Konstatinole diberi nama baru Istanbul. Jadi untuk mengatakan Wali Songo dikirim oleh khalifah di Turki sejak setengah abad sebelum itu memanglah salah.
Apapun Sultan Murad yang memerintah 1360-1389 adalah sultan yang zamannya paling selari dengan tempoh kehidupan Ibnu Bathuthah 1304-1368 atau 1369. Apabila baginda dapat meluaskan wilayah Uthmaniah sehingga melingkungi Konstantinople tentu ramai umat Islam mendapat berita tentangnya terutama apabila jemaah haji bertemu di Mekah. Mengikut anggaran saya berdasarkan apa yang tertera pada peta, wilayah yang dapat dikuasai baginda ketika itu tidaklah sebesar mana lagi, sekadar sekitar 115,000 km persegi, besar negeri Sarawak pun tak sampai. Tetapi disebabkan ia adalah kali pertama sebuah kerajaan Islam dapat melingkungi Konstantinople lalu ada bunga-bunga dapat memenuhi ramalan dalam hadis Nabi ia patut mendapat perhatian ramai.
Pun begitu, setakat saya tahu pencapaian ini tidak tercatat dalam kitab Rihla yang merupakan catatan pengembaraan Ibnu Bathuthah (juga dieja Battuta) ke merata dunia Islam zaman itu. Saya belum pernah berkesempatan untuk membaca sepenuhnya kitab Rihla tetapi melalui ringkasan perjalanan yang ditemui di Internet saya dapat menelusuri fakta-fakta berikut :-
1. Ibn Battuta dilahirkan di Tangier, Maghribi Afrika Utara tahun 1304. Ketika berumur 21 tahun beliau membuat perjalanan merentasi benua untuk mengerjakan haji di Mekah lalu duduk beberapa lama di sana. Selepas itu beliau mengembara selama hampir 3 dekad..
2. Pada samada 1330 atau 1332 Ibnu Batutta sampai di Anatolia, dikatakan sedang berada di bawah kerajaan Seljuk. Nampaknya beliau terlepas pandang kerajaan Uthmaniyah yang ketika itu terletak di dalam wilayah Anatolia juga. Mungkin kerana wilayah kerajaan itu masih dalam proses untuk membesar daripada saiz seperti negeri Johor menjadi saiz separuh Semenanjung Malaysia (berdasarkan saiz wilayah yang dapat dikuasai pemerintah kedua Uthmaniyah, Sultan Orhan Ghazi 1324-1360.
3. Pada samada akhir 1332 atau 1334, Ibnu Battuta tiba di Konstantinople lalu bertemu Maharaja empayar Byzantine, Andronikos III Palaiologos. Dia sempat melawat gereja Hagia Sophia malah duduk sebulan di situ. Sekali lagi, tiada cerita mengenai kerajaan Uthmaniyah. Sebabnya harus sama seperti dinyatakan pada perkara 2.
4. Pada tahun 1354 beliau kembali ke rumah lalu menulis catatan yang membentuk kitab Rihla berdasarkan ingatan dan catatan terdahulu terhadap perjalanannya selama 29 tahun. Selepas itu tidak banyak diketahui tentang beliau kecuali pernah dilantik menjadi hakim di Maghribi dan meninggal dunia pada tahun 1368 atau 1369.
Berdasarkan fakta-fakta ini nampaknya beliau tidak sempat melihat kerajaan Uthmaniyah meluaskan kuasa sehingga melingkungi Konstantinople lalu boleh diambil perhatian tinggi oleh seluruh umat Islam. Sedangkan dalam kitab Rihla tercatat bagaimana beliau boleh menjadi duta kepada Sultan Delhi, Muhammad bin Tughluq dan antara kerajaan yang sempat beliau lawati atas kapasiti sebagai duta itu adalah kerajaan Samudera-Pasai, dalam Aceh sekarang. Ini dikatakan berlaku tahun 1345. Ibnu Batuttah malah mencatatkan Sultan Zainal Abdin yang memerintah Samudera-Pasai ketika itu sebagai satu antara 5 (kalau tak salah ingatan) raja Islam yang paling beliau kagumi kerana memiliki kebolehan tertentu, dalam kes Sultan Zainal Abidin, baginda dinyatakan sangat alim dan merendah diri. Cuma beliau mencatatkan yang dikunjungi itu negeri Jawa sedangkan keadaan yang diceritakan termasuk nama raja diakui pengkaji sebagai merujuk kepada Samudera-Pasai.
Biar diberitahu, pada zaman dahulu Jawa bukan sekadar merujuk pada Pulau Jawa sekarang. Sebaliknya ia boleh merujuk kepada seluruh Alam Melayu/Nusantara/Asia Tenggara kerana Jawa itu merujuk pada bangsa Jawi iaitu bangsa induk Melayu yang melata dan merata di seluruh wilayah ini. Tentang Jawa yang kita ketahui seperti hari ini, pada zaman Ibnu Battuta hidup ia harus merujuk pada kerajaan Majapahit (wujud sekitar 1293-1527). Seingat saya pernah terbaca dalam Rihla bahawa Ibnu Batutta ada menyebut pernah singgah di kerajaan Mul Jawa yang bukan Islam. Samada ini merujuk pada kerajaan Majapahit atau beliau tidak singgah ke Pulau Jawa kerana kurang menarik perhatian.
Mungkin Majapahit juga ketika itu belum cukup terserlah. Pada tahun 1345 ia baru menguasai wilayah-wilayah di sekitar Pulau Jawa dan timurnya seperti di Bali, 2 tahun kemudian baru dapat menancapkan kuasa ke selatan Pulau Sumatera. Samudera Pasai pula baru diserang Majapahit sekitar 1361. Jadi logiklah jika pada ketika Ibnu Batuttah sampai ke Alam Melayu 1345, Majapahit tidak cukup terserlah buat beliau. Yang pasti Samudera-Pasai memang pusat penyebaran Islam di Timur zaman itu malah buat lebih 2 abad. Hal ini menimbulkan semacam persaingan dengan kerajaan Majapahit yang disebut pengkaji sebagai Hindu, satu persaingan yang agak terbawa-bawa sampai sekarang apabila Aceh yang sejak tahun 1524 menyerap Samudera Pasai dimasukkan ke dalam Republik Indonesia 1945 yang berada di bawah kekuasaan orang Jawa di Pulau Jawa.
Berbalik pada dakwaan dalam penulisan "Wali Songo Utusan Khalifah" yang mana dikatakan wujud kitab bernama Kanzul ‘Hum tulisan Ibn Batuttah kini tersimpan di Muzium Istana Turki di Istanbul... bahawa kitab menyebut Wali Songo dikirim oleh Sultan Muhammad I selepas sultan mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah pada 1404 M (808 H) meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan dalam berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa. Saya sudah tunjukkan bahawa ini adalah mustahil kerana Ibnu Batutta cuma hidup sehingga paling lewat pun 1369 sedangkan Sultan Muhammad pula menaiki takhta Uthmaniyyah 1413. Saya sudah tunjukkan kerajaan Uthmaniyah belum cukup signifikan atau terserlah untuk dimasukkan dalam cerita Rihla apalagi hendak diangkat sebagai pusat kekhalifahan seluruh umat Islam, satu perkara yang sebenarnya cuma berlaku hampir 150 tahun selepas Ibnu Batutta wafat. Jadi kenapa boleh wujud penulisan yang membuat dakwaan Wali Songo dihantar oleh khalifah di Turki?
Sebagai jawabannya saya mengulangi apa yang sudah terbetik dalam hati ketika pertama kali disuakan tulisan ini 3 tahun lalu. Bahawa ini adalah usaha untuk menafikan peranan Aceh (baca : Samudera-Pasai) dalam pengIslaman Pulau Jawa akibat ego orang Jawa dan persaingan yang sudah wujud sejak zaman Majapahit lagi. Hari ini, selepas melihat tulisan tersebut diangkat kembali di Facebook apabila membuka
laptop pagi tadi baru tergerak untuk menyatakan secara rasmi penafian saya disertakan hujah berdasarkan pengetahuan sejarah yang semua orang boleh semak sendiri, insyaallah. Namun pada saya ada betul juga Wali Songo adalah utusan khalifah untuk mengIslamkan Pulau Jawa. Soalnya khalifah yang mana? Untuk itu sila rujuk kembali artikel
Kekhalifahan raja-raja Melayu dan dinar emas Melaka yang hilang. Sekian untuk hari Jumaat pertama bulan Ramadhan yang mulia ini... :]
10 ulasan:
Sebenarnya serangan majapahit terhadap kerajaan disumatera termasuk aceh,nan sarunai kalimantan kehancuran dipehak majapahit.pengikut2 majapahit skhirnya ada yg berkahwin dgn puteri tempatan.hal ini lah kononnya daerah tersebut dibawah majapahit.bernar lah ada ego dipehak jawa dalan hal2 sejarah yg sebenar
Salam.
Selidik habis dulu bang maklumat kitab ni. Wali2 melayu ni memang dah lama mastautin belah sini. Cuma mereka tak bawak jalan memerintah mcm Usmaniah. Kurun 13 dah ada pertembungan Usmaniyah dgn Wali2 nusantara ni. kalau nak ikut bilangan wali ni semua sampai 10.
Kalau betul2 nak cari sejarah wali2 ni tanya Allah, pasal tu semua wali2 Dia.
Bukankah ianya berlaku pada zaman kegsmilangan pemerintahan Melaka? Kalau macam tu, melaka takde memainkan peranan langsung dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa sehingga perlu dibawa dari timur tengah? Melaka tak cukup hebat untuk berdakwah?
Buku2 yg ditulis dipulau jawa yg memehak pd mereka lebih2lagi majapahit berlaku ketidak logikan..kesultanan melaka 1400-1512.majapahit yg dikstKan gemilang zaman gajah mada dan haysm euruk 1300-1359.ini menunjukkan melaka kuat dari majapshit malah tenteta majapahit pernah kalah dan berundur ketika menentang .melaka.jsdi mana bukti kehebstan dan luasnya wilayah majapahit.itu semua rekaan dan lakaran bagi penulis sejarah pulau jawa konon hebat.semua serangan majapahit ditanah melayu,kalimantan dan sumateta gagal dan musnah.kehebatan majapahit rekaan semata2 mengaburi sejarah
Kini jawa mengatakan boro budur peniggalan nabi sulaiman.kan tidak lojik fosil dan tulisan di borubudur jauh lebih muda dari keberadaan nabi sulaiman.lebih menakutkan baru2 ini alquran dibaca cara langgam jawa
Wali 9 di antar Wali Lanang atau dikenali Sultanul Ariffen Sheikh Ismail Pulau Besar.Ini yg asli. Selidik dulu fakta sejarah yg sebenar.
ada beberapa kekeliruan. mohon tuan diberi kekuatan dan kesempatan utk terus mengkaji.
1. pd thn 1404, sultan muhammad 1 atau Mehmed 1 belum naik takhta. berlaku situasi vacum xde khalifah antara 1402 hingga 1413 akibat perebutan kuasa
Wali songo asal kelantan apabila syeikh jamadil kubro keturunan nabi muhamad berkahwin dengan puteri selindung bulan anak raja kelantan,dri situ lahir sunan gresik@maulana malik ibrahim pelopor wali songo,pergi ke kelantan ada lagi catatan sejarah wali songo,masa tu kelantan dikenali empayar chermin,luas nya sanpai ke aceh
Majapahit pun ada hubungan dengan kelantan tapi bukn takluk,cuma jawa pulau tu je yg lebih2 sekrg
Hang pergi jer ke kelantan tertegak lagi masjid kampung laut yg sama dgn masjid demak
Catat Ulasan